Demokrasi Adalah Sistem Apa

Demokrasi Adalah Sistem Apa

Demokrasi Pancasila Reformasi

Setelah Soeharto lengser dari jabatan Presiden Indonesia, kedudukannya diganti oleh Wakil Presiden BJ Habibie, pemimpin era Reformasi.

Di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie, berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto dihapuskan.

Kemudian, Presiden BJ Habibie juga memberikan kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.

Lebih lanjut, sistem multipartai juga diberlakukan pada era Reformasi, yang dapat dilihat pada Pemilihan Umum 1999.

Demokrasi Pancasila Reformasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

Jenis-Jenis Demokrasi

Dalam demokrasi representatif, warga negara memilih wakil-wakil mereka untuk mewakili mereka dalam pengambilan keputusan politik. Para wakil ini duduk di lembaga-lembaga pemerintahan seperti parlemen atau kongres, di mana mereka membuat keputusan atas nama rakyat. Pemilihan umum secara periodik diadakan untuk memilih para wakil ini.

Dalam demokrasi langsung, rakyat secara langsung terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Rakyat secara langsung memberikan suara atau mempengaruhi keputusan politik melalui referendum atau inisiatif rakyat. Demokrasi langsung biasanya berlaku dalam skala yang lebih kecil, seperti dalam pemilihan lokal atau pengambilan keputusan komunitas.

Demokrasi parlementer melibatkan pemilihan umum untuk membentuk parlemen yang kemudian memilih kepala pemerintahan, seperti perdana menteri atau presiden. Kepala pemerintahan bertanggung jawab kepada parlemen dan harus mempertahankan kepercayaan mayoritas anggota parlemen. Demokrasi parlementer umumnya memiliki pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif.

Demokrasi konsensus berupaya mencapai kesepakatan melalui dialog, negosiasi, dan konsensus di antara berbagai kelompok atau partai politik. Tujuannya adalah mencapai kesepakatan yang luas dan memperhatikan kepentingan semua pihak, termasuk minoritas.

Demokrasi deliberatif menekankan pada diskusi dan pemikiran yang mendalam dalam pengambilan keputusan politik. Rakyat secara aktif terlibat dalam dialog dan debat mengenai masalah publik, dengan harapan mencapai pemahaman yang lebih baik dan mencapai kesepakatan rasional.

Demokrasi elektronik, atau e-demokrasi, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, untuk meningkatkan partisipasi politik dan pengambilan keputusan. Ini melibatkan pemungutan suara elektronik, konsultasi online, forum diskusi, dan mekanisme partisipasi online lainnya.

Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik dipegang oleh rakyat atau warga negara secara langsung atau melalui perwakilan yang mereka pilih. Istilah “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani kuno, di mana “demos” berarti “rakyat” dan “kratos” berarti “kekuasaan” atau “pemerintahan”.

Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik, baik melalui pemilihan umum, referendum, atau mekanisme partisipasi lainnya. Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan rakyat, di mana pemerintahan dijalankan sesuai dengan kehendak mayoritas dengan menghormati hak-hak minoritas.

Demokrasi Parlementer

Demokrasi Parlementer disebut juga sebagai Demokrasi Liberal, yang merupakan masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen bukan kepada presiden.

Selain itu, Demokrasi Parlementer juga disebut sebagai Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal.

Demokrasi Parlementer berlangsung sejak 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli 1959.

Pada masa ini, kabinet-kabinet yang bekerja tidak pernah berumur panjang. Sebab, kabinet-kabinet itu dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di parlemen.

Beberapa kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Parlementer adalah:

Baca juga: Alasan Pemerintah Mengganti Sistem Presidensial ke Parlementer

Demokrasi Terpimpin berlaku setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, di mana Indonesia resmi beralih dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Sementara itu, Soekarno menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan, tanpa adanya anarki liberalisme, tanpa otokrasinya diktator.

Adapun yang dimaksud dari demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan-sentral di tangan seorang sepuh atau tetua.

Menurut Soekarno, sistem demokrasi terpimpin inilah yang sesuai dengan UUD 1945.

Baca juga: Apa Peran Soekarno pada Masa Demokrasi Terpimpin?

Demokrasi Parlementer

Demokrasi Parlementer disebut juga sebagai Demokrasi Liberal, yang merupakan masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.

Artinya, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen bukan kepada presiden.

Selain itu, Demokrasi Parlementer juga disebut sebagai Demokrasi Liberal karena sistem politik dan ekonomi yang berlaku menggunakan prinsip-prinsip liberal.

Demokrasi Parlementer berlangsung sejak 17 Agustus 1950 hingga 6 Juli 1959.

Pada masa ini, kabinet-kabinet yang bekerja tidak pernah berumur panjang. Sebab, kabinet-kabinet itu dijatuhkan oleh Mosi Tidak Percaya partai-partai politik yang ada di parlemen.

Beberapa kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Parlementer adalah:

Baca juga: Alasan Pemerintah Mengganti Sistem Presidensial ke Parlementer

Demokrasi Terpimpin berlaku setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959, di mana Indonesia resmi beralih dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Sementara itu, Soekarno menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan, tanpa adanya anarki liberalisme, tanpa otokrasinya diktator.

Adapun yang dimaksud dari demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan-sentral di tangan seorang sepuh atau tetua.

Menurut Soekarno, sistem demokrasi terpimpin inilah yang sesuai dengan UUD 1945.

Baca juga: Apa Peran Soekarno pada Masa Demokrasi Terpimpin?

Demokrasi Pancasila Orde Baru

Demokrasi Pancasila Orde Baru berlangsung selama pemerintahan Presiden Soeharto sejak 1966 hingga 1998.

Kehadiran Orde Baru pada saat itu telah membawa perubahan terhadap pemahaman Pancasila di Indonesia.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

KOMPAS.com - Sejak merdeka hingga sekarang, Indonesia tercatat telah menerapkan empat sistem demokrasi.

4 sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah:

Baca juga: Penyebab Penyimpangan terhadap Demokrasi Pancasila pada Masa Orde Baru

Prinsip-Prinsip Demokrasi

Prinsip ini menyatakan bahwa kekuasaan politik berasal dari rakyat. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik dan menentukan arah negara melalui pemilihan umum atau mekanisme partisipasi lainnya.

Prinsip demokrasi mengakui dan melindungi hak asasi manusia yang mendasar. Ini termasuk kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama, hak untuk berserikat, hak atas privasi, hak atas keadilan, dan perlindungan dari diskriminasi.

Prinsip ini mencakup penyelenggaraan pemilihan umum secara teratur, bebas dari intimidasi atau kecurangan, dengan partisipasi yang luas, dan akses yang adil bagi semua warga negara. Pemilihan umum merupakan mekanisme penting untuk memilih wakil-wakil rakyat dan mengubah pemerintahan.

Prinsip pemisahan kekuasaan melibatkan pembagian kekuasaan politik antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuan utamanya adalah mencegah akumulasi kekuasaan yang berlebihan di tangan satu kelompok atau individu, dan menjaga keseimbangan kekuasaan.

Prinsip ini menekankan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat. Pemerintah harus menjalankan tugasnya dengan transparansi, mengambil keputusan yang baik dan berdasarkan hukum, dan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan dan kebijakannya.

Demokrasi mendorong partisipasi politik yang aktif dari seluruh warga negara. Rakyat memiliki hak dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, menyuarakan kepentingan mereka, berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, dan menjadi bagian dari kehidupan politik.

Prinsip ini menjamin perlindungan hak-hak minoritas dan memastikan bahwa suara dan kepentingan mereka dihormati. Minoritas harus memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan mendapatkan perlindungan hukum yang adil.

Prinsip demokrasi menekankan pentingnya peraturan hukum yang adil dan setara bagi semua warga negara. Hukum harus berlaku tanpa diskriminasi, menjaga keadilan, dan melindungi hak-hak individu serta kepentingan masyarakat.

Demokrasi Pancasila Orde Baru

Demokrasi Pancasila Orde Baru berlangsung selama pemerintahan Presiden Soeharto sejak 1966 hingga 1998.

Kehadiran Orde Baru pada saat itu telah membawa perubahan terhadap pemahaman Pancasila di Indonesia.

Pada masa ini, Pancasila dipertahankan sebagai ideologi dan dasar negara, dengan harapan dapat melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dalam setiap aspek kehidupan manusia.

Namun, pada praktiknya, terjadi penyimpangan terhadap sistem Demokrasi Pancasila Orde Baru.

Penyebab terjadinya penyimpangan ini adalah karena ada tuntutan agar Soeharto lengser dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.

Kemudian, berkembang pula budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme atau KKN, sehingga masa Orde Baru juga dikenal sebagai rezim terkorup di Indonesia.

Puncak dari KKN adalah terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada 1997.

Sementara itu, salah satu tindakan nepotisme yang dilakukan Soeharto adalah mengeluarkan sekitar delapan keppres yang disinyalir memberi keuntungan bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa Demokrasi Pancasila Orde Baru tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Bahkan pelaksanaan Demokrasi Pancasila disebut-sebut sama dengan kediktatoran.

Baca juga: Sumber Nilai Moral dalam Demokrasi Pancasila

Demokrasi Menurut Para Ahli

Plato pernah menyampaikan gagasan mengenai demokrasi. Plato, seorang filsuf Yunani kuno, memiliki pandangan skeptis terhadap demokrasi. Menurutnya, demokrasi cenderung mengarah pada anarki dan penuh dengan kerusuhan politik. Dia percaya bahwa demokrasi bisa diambil alih oleh pemimpin populis yang tidak kompeten dan tidak bertanggung jawab.

Selain Plato Aristoteles juga pernah berargumen tentang demokrasi. Aristoteles, seorang filsuf Yunani lainnya, menganggap demokrasi sebagai salah satu bentuk yang baik dari pemerintahan, tetapi dia juga mengakui risikonya. Baginya, demokrasi yang stabil harus didasarkan pada hukum dan dilengkapi dengan mekanisme pengimbang kekuasaan yang mencegah penyalahgunaan oleh mayoritas.

John Locke, seorang filsuf politik Inggris, memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang diinginkan. Baginya, pemerintah yang sah diperoleh melalui kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat, di mana rakyat memberikan otoritas kepada pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi mereka.

Rousseau, seorang filsuf Prancis, menyuarakan konsep demokrasi langsung. Dia berpendapat bahwa kedaulatan mutlak harus berada di tangan rakyat secara kolektif. Menurutnya, setiap warga negara harus terlibat dalam pengambilan keputusan politik secara langsung, bukan melalui perwakilan.

Schumpeter, seorang ekonom dan sosiolog Austria, memperkenalkan konsep demokrasi elit. Menurutnya, dalam masyarakat modern, demokrasi bukanlah partisipasi langsung semua warga negara, tetapi kompetisi antara kelompok-kelompok elit yang bersaing untuk memenangkan pemilihan.

Dahl, seorang ilmuwan politik Amerika Serikat, memandang demokrasi sebagai sistem politik di mana keputusan politik dibuat melalui persaingan terbuka dan inklusif di antara semua warga negara yang memenuhi syarat. Baginya, demokrasi yang baik harus melibatkan partisipasi politik yang luas, kebebasan berbicara, hak untuk berserikat, serta perlindungan hak minoritas.

Demokrasi mengakui kedaulatan rakyat sebagai sumber utama kekuasaan politik. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik melalui pemilihan umum atau mekanisme partisipasi lainnya.

Demokrasi melibatkan pemilihan umum yang bebas dan adil, di mana warga negara memiliki hak untuk memilih wakil-wakil mereka dalam lembaga-lembaga pemerintahan. Pemilihan harus dilakukan secara teratur dan transparan.

Demokrasi mendasarkan pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Hal ini termasuk kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama, hak untuk berserikat, hak atas privasi, dan keadilan hukum.

Demokrasi memungkinkan adanya keberagaman pandangan politik dan ideologi. Rakyat memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat, berdebat, dan berpartisipasi dalam proses politik. Partai politik dan kelompok kepentingan berperan dalam kontes politik.

Prinsip pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif adalah ciri penting dalam demokrasi. Tujuan pemisahan kekuasaan adalah untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan keseimbangan kekuasaan.

Pemerintah yang demokratis bertanggung jawab kepada rakyatnya. Transparansi dalam pengambilan keputusan dan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat merupakan prinsip penting dalam demokrasi.

Demokrasi melindungi hak-hak minoritas dari penindasan oleh mayoritas. Hak-hak minoritas harus diakui dan dihormati, termasuk hak-hak kelompok etnis, agama, dan budaya.

Demokrasi didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku secara merata bagi semua warga negara. Hukum harus adil, jelas, dan diterapkan secara independen oleh sistem peradilan yang bebas.

Demokrasi bertujuan untuk memberikan kekuasaan politik kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik dan memilih wakil-wakil mereka dalam pemilihan umum.

Demokrasi bertujuan untuk melindungi dan menghormati hak asasi manusia, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama, hak untuk berserikat, hak atas privasi, dan keadilan hukum.

Demokrasi berupaya menciptakan masyarakat yang adil, di mana semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial. Demokrasi juga mendorong pengurangan kesenjangan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.

Prinsip pemisahan kekuasaan dalam demokrasi bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa. Cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif saling mengawasi dan seimbang satu sama lain.

Demokrasi menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam demokrasi, kebijakan ekonomi dan sosial dirancang untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Demokrasi mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap rakyatnya. Pemerintah harus bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan mereka, dan transparansi dalam pengambilan keputusan publik diperlukan.

Demokrasi memberikan mekanisme penyelesaian konflik yang damai dan menghindari konflik yang bersifat kekerasan atau otoriter. Dengan partisipasi politik yang luas dan pengakuan hak-hak minoritas, demokrasi dapat memperkuat stabilitas politik dan perdamaian dalam masyarakat.

Demokrasi berusaha memupuk dan memperkuat nilai-nilai demokratis seperti toleransi, dialog, penghormatan terhadap perbedaan, keadilan, dan penghargaan terhadap pluralisme.

Contoh Sikap Demokrasi

Sikap demokratis mencakup menghormati dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, termasuk kebebasan berbicara, beragama, berserikat, dan mengemukakan pendapat.

Demokrasi mendorong sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat, keyakinan, budaya, dan latar belakang. Menghargai keberagaman dan menghindari diskriminasi adalah bagian integral dari sikap demokratis.

Sikap demokratis melibatkan partisipasi aktif dalam proses politik. Ini meliputi pemilihan umum, diskusi dan debat, serta upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui kelompok advokasi atau gerakan sosial.

Dalam demokrasi, sikap demokratis adalah menerima keputusan mayoritas dalam pengambilan keputusan politik. Ini mencerminkan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip dasar bahwa suara mayoritas harus dihormati.

Sikap demokratis mencakup menghargai kebebasan pers dan akses terhadap informasi yang berkualitas. Ini melibatkan mengakui pentingnya pers independen dalam menyediakan informasi yang objektif dan beragam kepada publik.

Sikap demokratis melibatkan kemampuan untuk berdialog, mendengarkan pandangan orang lain, dan mencari kompromi yang memenuhi kepentingan berbagai pihak. Ini membantu membangun kesepakatan dan memperkuat proses demokrasi.

Sikap demokratis mencakup menghormati pemisahan kekuasaan antara cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ini mencerminkan prinsip penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Sikap demokratis melibatkan penghormatan terhadap aturan hukum dan sistem peradilan yang adil. Ini termasuk menerima keputusan pengadilan, mematuhi hukum, dan menentang perilaku yang melanggar hukum.

%PDF-1.6 %���� 998 0 obj <> endobj 1016 0 obj <>/Filter/FlateDecode/ID[<8F4468848668C34CBC22AAA44C1B46F6>]/Index[998 28]/Info 997 0 R/Length 95/Prev 550462/Root 999 0 R/Size 1026/Type/XRef/W[1 3 1]>>stream h�bbd```b`` �� �i+Xd��L��Io0�D2ׁق`RL��ɗ �q �LP���Al�r ��Y&F�R�]�D��� �0 ��5 endstream endobj startxref 0 %%EOF 1025 0 obj <>stream h�b```�Z�'� �����x��` [�ݴ�@r�� ��1�Y����� t@p��gL��"��8tfrX�,Yr��T�\6���B�"Θ.��Yrp&�T^�I>W�XY����T9k��q&�����iW 9�q0�ۙ*��8���,�<-g�.n 8T{Y�W}�� ��05��%� ��jq0uJi獅�6��*�R5)Oc���0��X��P�Ȁ[�Ǝ3S$B�]s��a��q���Ȁ�K&������6,�b�����0S�r�����2:::E��P�' ��2�\Aa_�UI���fP�0� �+�'���%�JM�Z, j �`DT��H�Q�o��i V��5���\�.���3z2^bLe�c\�h��_�w��4�Y�_Kw��h2cXǰ-�c#��S‰�&F�ܹ�� ͌!7t�{y%8�aIЕ�C��f&�;�����!zHs208>��2p�&@�2�0 �~�� endstream endobj 999 0 obj <>/Metadata 79 0 R/Pages 992 0 R/StructTreeRoot 121 0 R/Type/Catalog>> endobj 1000 0 obj <>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text]>>/Rotate 0/StructParents 0/TrimBox[0.0 8.50394 498.898 717.165]/Type/Page>> endobj 1001 0 obj <>stream hެ�kO9���?�Bԗ�T!%��U�E [P����Nf�̴j����h��*��>7����1����I)� 0%J0�) $�§��C�4�\;�Fx88�}�'�W�}��#��W<�5�|��]=o��z���d:i�w&��`������{賿D2��/�� �0�$�2V�����LGf�kQu����q�.��|#�'�o�E�GL��h�͎��/X֑�����ݏ�`�}��"�5��p���cݳ��/n��rq�3�O��%A|Z������͏�]D�ao�$�ˬ�˲��� 6��,^����J���D��2�Ï��/�;+��qS]g�oc?���l� �9!�������^T� >���3�V{M�)�훖��6��λ]L&k��;-~V֣�+��Ӳ�����e���0��vuX�l��|���O��5�N�?��br0��>_�w��tʤ���AK��h �-� Eju�*�m��(4 ,�̠�̘��C�$3���̣�Z�@���[�2!���m���ɴ ���/��H��O �������F�<�Oq�#2IJ�Mmח=�̠e�[�c� Oچ�3d� dz�L북��L�&��Iz)�nR�L�-���8a������K�7�"g�o���eq��\�Y�T" s�ܣB[�A���mq5�� ��}�-��i\���:���Fژ�%�l�������-� ��bo endstream endobj 1002 0 obj <>stream H�\��j�0E�� -�Eq�X�L MZ�ⵥi?��'y��(�"����j�u,y�s�$_o7�؍.K}�����&=��Ԩ�뱋ټpm׌_Oӽ9�C�[��z����>�*����yLWw�j���f�kj5u��n>׻[��.��OOG7s˥k�`����K}R�Oew��λ�zg5?o|\u��<�Lӷz�FS��U3���z�k�il������:eU��g3[���OƋ�Ķ�¸�~����崿 /�%�{�Y���{���H~��k���ӳ��������������������������0� �����������������r 3� �0� ���+03 2 3 2 3 2 3 2�3�>h�7 o�g�g�g�g�g�g�g�g`ހ��n�`H���bS��g���dc8��4��.���c�gU�e� ��� endstream endobj 1003 0 obj <>stream H�\�͊�@�}���݋&��l���8� 1)��C��~��4=0��Jŏ���~���1�߇k}�c8�]3���>�1���y��?���R�Y�6�1^��隭V!��o��O��z��Y�mh��v���k{x�����%vc���:4�^���V��i�˾I���xI{�=����PL�sb�ko}Uǡ��1[�ҵ��t���5���p��T���lU���,���`^ /���[�-�y������Μ�tU�%�YΙ��s�\2���,�ʬ��l����t�p�t�p�� �+�k�B��#��} ��)�Sا�O�_�W�f�YaV�f�YaV�f�YaV:N�MaSz�Aa0�f��h0���h0���h0���؛�7���1�f��h3،�z3: Nco�ތf��ٛ�7���w�~���w�~���w�~���w�f��a^`o1+������0����@�h:I�����aH�?7��c��.~�H��i>�_ 7, endstream endobj 1004 0 obj <>stream H���Qo�0���)��~���8���� h���0U�^1�d�߾8*L*�Dw���ߝ���t���t�eGC��F�'��$�r.H�)hL���8�R`����s �.���[(~GL�6%Ȅ����QI�ϋ2B#S֛F;K/<��5%<��4�j�JW�XG�"O=F|A�z:��X�,8�I�U"�D��~�!�Q�`�! x�E���B:�1ghouk�K1�@�_����Y�H� B$��2?��jg�N�*����S��>�q��. L�Ŋ�x�Y��rm�S�2������D��О0�ȴ��Xz�9݆�I�����+�+��v��(��!I�g���:�l�{��I�Ϯ5f :�oV�U �����@�H�o�w���vt�آ3�D�� m����F��,jb�W0��M8'�)v���㗐C�UW���~0��M��??�T���L��z�[�+oK[��;��4�9e�qA��3 ��{�l_�hL��u�V��G�O��X�_ � �h� endstream endobj 1005 0 obj <>stream H��SKo�0��+|L�BIxKU����ӸM;����G+ ������ Ev�ϟ�/�Gc�� �糨`��?m��r��bx�8f� ~3?4��-�w���a qi�� ���Ԕ�D���O��'=�҇�e;���[�+�-�$�URFNhs��+"�2\��( '{��:��%��%��VƏ�J�1n��G�<�A���@wnuŸ��%g�rg�C��b�U��Z%�p�WpCaf�#��Y,�#p"������}��R߇J������Ԛi�i|=}Q?��JMXh�;ƚ���Bwl��29�|o��j�����%��7�g�jږ3h_�EV%muȀ�aH��9.1Ѫ@����9 ��Tl%O)j� ��PѬi��`6��E���)ZjʁdD4-Ң�TI�V����3|�U���܀�× �8�d endstream endobj 1006 0 obj <>stream H��SM��0��W�(�Ʊ�ò�_�-,�[�A�ZGu�[:�����hf43q���o/�������DOM�m��p�|D��~�W1�˚de�<ߑf�~�Vh�6i�� �o�6���GZ�NΎ!vD���/�<��b��r_]��؎���j.�q� z�_��A�D7\�y�� ��[��D���|��t�ﷳ"٭�Y\E�gYN7�c9�������TB8�����?ɳ �ȓ�BY ��'[5ɽ5���“��2vR�56���8��dyW��w�k*u��f����ʻ��R+&���0(�:�u_W�?MR�jTw̭#F��dP ���w[u1\_Wq��*.��'��x��i5�;�(�{w~�.a��AL�_�|B�u�+x��DJ�w�Ј��gzV�G]����&ۊ�;W��A=�|�qy+c��Y`<�MN%�6m�Ќ�٧����*�۰+D�3.����U�a~��m0���.�%sٲc��F�9�h�fui�fW�e�>2��ָNx>b�:�R�0���Щg���q���` ;�L� endstream endobj 1007 0 obj <>stream H��R�N�0��+rL$�-]����� ����0�-JR!�7 #C�4Ur����j�e�-�(?r���Ǐ��5���]@����m[ ����R4�~�*�ͬA� �iY2Ԫ�J1'#��۵����)��� 6��ކ�ʈ�y~�2Tq���&�:Y���:��H���< T5�>l�����hHR t����X���ҦS�� ��9t �6�*D^O��]���y�_��Uo�4tDk���I�[�ߤ(0�k�b%��a�1��������Y��~�o�X���#�;���<���Te]��^���Fn�8tS�'�& �fP�C(Z�n�:����y���r�?�a:i��ֻxڳD�8^H7!hw+ɷ�D�KE�h^�Es�����l�Z��c^.���A@�h��D䆕 ;Z �䠇�`�[�B�����a��>'���w��Џ }E" endstream endobj 1008 0 obj <>stream H��RK��0��W�h�4��N��0�yfa���mكJ��'�)��2�~-���l[J@���'�+�%�e���̒��=X��|~{aJ��ǧ�*�eY*&Y�'�������T���u�f�u�J���6;p0j&[^yB���6"��!�;�6`�;r� ��uS�mp BzH�)��!M�)���i�>o����Ѓ�Ć#��ˣ�[G˼B�U��E�- _S�"z5:F�j�z5!���1{ET:�p��&hf�ġJ�Մq��shK=���Jg�n*������^˞&�G����n]��iA���@��B�8Txx����pD� Ypm~%w!T�k2^˸�j���ߕf_W�ј�b��"��'s�?�10�}}������tK����z� ���*��Pdv(>E�Eӡ�g�_G�E�P`DQ�6�B�1�ͩ�� Mh�/�����RĞ��v���,�Ty��W�f|p�y6�_%c� J: endstream endobj 1009 0 obj <>stream H��SMo�0��W�(�c)�P������o�L�8�m!�� ��#mEμ-J�#E�4+>/E���Ă��X��z{z}f*f���g�o�`U�IV)Y�nI�<ə��0�l2V4�7�ۮ��X�T�F��Q�`+��: ������ޖ���L��U�Z��u)rg�a�;0�S�� ;�[:k�K���!s�C��k������{K�T��%k���#ޢ�1�Św( ���A�On���<:�q7��0:�!� V���=�vW�ͮA��t�;J���S�d8X�yMl<_�Bz�"�9�Lɰ�y�Ѱ���F)~���H�P�~4��J$�����(�����x�J�Oږ"�嚞��!�>wð��`��C�>�=G������u������8�}i�L����).%--�iKZnS(s�a���KR6#<��^y�:2�� �z�#��ᇟ�פk�w�Ow���ϡ�C�sMqĦ�S�S~��Ŧ8�TF?�Tl�ϲw������` 3�3� endstream endobj 1010 0 obj <>stream H��RK��0��+|���������>�jO�V�0-��'|��Ķ�M$h�����1f���N�>^X��~B�7/�LU�������u��kŀջ�����|+��+Z�B�Շ����B�y�=Uʧvr���� �r�*�T)+�t��8`h������g3�?�9�i.�9�����{QP� ��.���4K�U�*��(=�� (� LG\��Cc<�B��� �Hį�(E�_��#�&s폾��wڠj<�BY$}�n��|E-ܫr�]�v���?Sp���tC$W�7�9��5��؇�ɄK>�F'7r5��� �8�/V�� �x�-�&�{Xu@��@�IXx�D���vÕ���st��\�k��k��D��u�;�ڄ�:����6k@�?>���*���� 0 �,� endstream endobj 1011 0 obj <>stream H�RP�ְR��544�pI���.�4��H,�ԁ zki���d��gBS����MK��\(?@��K-��+I�H�ӌ ��r �r�uV� �RP 0 �B� endstream endobj 1012 0 obj <>stream H��V l���>�Ɖ�����q|>�$>�w��$NB|1&$$�$Z�6$�$d�@��gd�cm�M�� uM0!�Jk���m���*S�PW�vjF�N��X7�t!�}��YLi���d������<���0 ���ԓN]�s�#g�ذI�u�dw? ���S�[LJ&�(N7 �� J�>����Q��h�0 x��Ķ�7����/ (mٶc��>D�� �_��V� ϔ���1�@�L��A�ol|�S{^� �ǐ��������8 ����}�O�5 ����9�\`K7 ޮ�]{�.����Uub��į7>�l�� ��@^@�T�0A��6�٫әA��E3ÈqYx�S�E¥JS5 !����&(E"��$�X��՞�ГT���?�xϡ�ϐI�_�IRB�*Kě�f��8��s��Z)��)̐����H�T?x����'���}����5�[�]��)� Pz�حy�U�}H��P"X!HI���/�~���Zkͫ[#l8X���

Jambi, Kominfo – Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Mayjen TNI Wawan Kustiawan mengungkapkan bahwa 86 persen masyarakat Indonesia menilai demokrasi sebagai sistem yang paling cocok bagi Indonesia dan 66 persen responden menyatakan puas dengan kualitas demokrasi di Indonesia saat ini.

Hal ini disampaikan Wawan berdasarkan hasil riset persepsi masyarakat Indonesia terhadap demokrasi yang dilakukan oleh Saiful Munjani Research Center (SMRC) yang dirilis bulan Juni lalu.

“Kita bersyukur bahwa saat ini Indonesia telah menjadi negara demokratis, bahkan dikenal sebagai Negara Demokrasi Terbesar Ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India,” kata Wawan pada acara Utilisasi Indeks Demokrasi Indonesia Dalam Rangka Penguatan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Jambi, Kamis (19/9/2019).

Wawan mengatakan bahwa Demokrasi Pancasila yang kita anut dalam kehidupan berbangsa menunjukkan semakin matang. Dirinya juga menyatakan kalau demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik karena paling natural dan paling sejalan dengan prinsip kebangsaan.

Sejalan dengan proses demokrasi tersebut, sejak Tahun 2009, Pemerintah telah mengembangkan instrumen untuk mengukur tingkat perkembangan demokrasi yakni Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), dimana Kemenko Polhukam sebagai leading sector bekerjasama dengan BPS, Bappenas, dan Kemendagri.

“IDI sebagai sebuah alat ukur perkembangan demokrasi yang khas Indonesia, memang dirancang untuk sensitif terhadap naik-turunnya kondisi demokrasi. IDI disusun secara cermat berdasarkan kejadian, sehingga potret yang dihasilkan merupakan refleksi riil atas realitas sosial-politik yang terjadi,” kata Wawan.

Menurutnya, tantangan untuk membangun IDI adalah menerjemahkan seluruh kerangka konseptual tentang demokrasi ke dalam konsep yang lebih operasional berupa Aspek, Variabel dan Indikator IDI yang diukur.

Dalam pengukuran IDI Tahun 2018 yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2019, telah diselesaikan seluruh tahapan mulai dari Koding Koran, Koding Dokumen, FGD, Wawancara Mendalam, Verifikasi dan Skoring, serta Rilis IDI yang telah terlaksana pada tanggal 29 Juli 2019 yang lalu.

“Angka capaian IDI Tahun 2018 sebesar 72,39 atau mengalami kenaikan 0,28 poin dibanding capaian IDI Tahun 2017 yakni 72,11. Angka capaian ini menunjukkan bahwa demokrasi kita masih dalam kategori ‘Sedang’, yaitu pada kisaran 60-80,” kata Wawan.

Wawan mengungkapkan, kedepannya, tantangan politik kita semakin besar seiring dengan makin kompleksnya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dirinya berharap hasil pengukuran IDI menjadi kontribusi penting dalam menata pembangunan politik di Indonesia.

“Begitu pula besar harapan kita agar para pengambil kebijakan khususnya para perencana di daerah, akan semakin familiar dengan IDI dan menjadikannya sebagai rujukan dalam menyusun program pengembangan demokrasi di daerahnya masing-masing,” ungkapnya.

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Indonesia boleh saja disebut sebagai suatu negara “demokrasi”, karena ukuran yang diambil adalah, adanya “kebebasan pers”, pemilihan jabatan Presiden, Gubernur, Bupati dan Kepala Desa yang dipilih lansung oleh rakyat. Partisipasi politik rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa, negara dan pemerintahan hanya sebatas itu. Celakanya lagi kebanyakan rakyat beranggapan dengan system demokrasi yang dijalankan tentu akan melahirkan kehidupan rakyat yang lebih baik, yaitu kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Namun pada kenyataannya negara Indonesia yang dikatakan telah menjalankan demokrasi, faktanya hasilnya melahirkan banyak kekacauan dan masalah yang tidak berkesudahan, jumlah penduduk miskin masih di atas 100 juta orang [45,2% dari jumlah penduduk dengan asumsi mempunyai penghasilan rata-rata 2$(duaUSD/hari)], kerusuhan sosial dan bencana kemanusiaan kerap terjadi, penegakan hukum yang buruk, anarkisme serta banyak terjadi “tirani” dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang bersumber dengan berkembangnya politik massa yang dijalankan selama ini. Sehingga tidak mengherankan jika Pemilu Indonesia hanya bersifat ritual politis atau ceremonial democratie, namun proyek itu harus dijalankan karena undang-undang mengharuskannya. Dari fakta ini sungguh dangkal pemahaman bangsa ini dalam melaksanakan sebuah negara yang demokratis. Sehingga tidak heran demokrasi yang dijalankan Indonesia selama ini telah menghasilkan fakta kehidupan rakyat yang lebih buruk dari fakta semasa rezim pemerintahan Soeharto, dimana pada waktu itu rakyat masih merasa aman dan mudah dalam mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Rakyat harus tahu bahwa batasan pengertian secara Konsepsional, “demokrasi” adalah suatu proses penyelenggaraan system kekuasaan negara yang dilakukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sedang batasan pengertian secara Operasional, “demokrasi” dapat diukur dari: 1).Bagaimana sikap dan prilaku rakyat dalam menjalankan Pemilu dengan baik.; 2). Bagaimana rakyat atau para wakil rakyat bermusyawarah dengan baik tanpa harus gontok-gontokan dan adu jotos; 3). Bagaimana para wakil rakyat di DPR dan atau di dalam semua rapat-rapat yang diselenggarakan dapat mengatasi perbedaannya dengan baik serta dapat menggunakan hak-hak DPR dalam proses pemerintahan dengan baik (seperti, hak budget, hak inisiatif, hak interplasi, dll) ; dan 4). Bagaimana prilaku rakyat dalam menyampaikan pendapat kepada institusi mana saja dapat dilakukan dengan baik, tertib dan damai tanpa anarkisme. Sehingga dari beberapa indikator tersebut tidak lagi terjadi anarkisme yang bersumber dari akibat dijalankannya demokrasi itu. Keseluruhan itu adalah merupakan variabel untuk mengukur apakah kita benar-benar sebuah negara yang menjalankan system demokrasi.

Memang pada kenyataannya tanpa kemakmuran rakyat lebih dulu ada, proses demokrasi yang dijalankan tetap akan melahirkan kekacauan dan instabilitas di hampir semua sektor yang ada. Apalagi rakyat tidak memiliki pemahaman dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara, dimana untuk hidup dalam negara domokrasi rakyat harus memahami dan menyadari minimal terhadap 4 (empat) hal yaitu, 1). Kita semua adalah mahluk ciptaan Tuhan, sehingga harus terjalin hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, sehingga apapun yang kita lakukan harus bertanggungjawab kepada Nya. ; 2). Kita semua adalah mahluk sosial, artinya kontribusi yang kita berikan dalam Pemilu tidak boleh memikirkan kepentingan diri sendiri, dan harus mengutamakan kepentingan nasib orang banyak.; 3). Kita semua harus sadar bahwa kita adalah warga dari suatu bangsa dan negara, yang oleh karenanya dalam berdemokrasi harus bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara.Indonesia ; dan 4). Rakyat harus sadar bahwa kita adalah warga dari komunitas dunia, yang memiliki tanggungjawab sesama umat sebagai penghuni dunia/bumi ini, apalagi dalam menyelamatkan iklim global yang mengancam keselamatan dunia.

Tanpa memiliki pemahaman ini dapat dipastikan kehidupan rakyat, bangsa Indonesia selamanya akan menuai bencana yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Dalam berdemokrasi sudah saatnya rakyat banyak harus menentukan pilihan dan partisipasi politiknya dengan menggunakan akal sehatnya. Rakyat jangan mau lagi hak suaranya dibeli. Rakyat harus mendapatkan informasi yang lengkap terhadap para calon yang akan dipilihnya.

Oleh karena itu dalam menjalankan pesta demokrasi Panitia Pemilu (KPU atau KPUD) harus dapat mensosialisasikan kelebihan dan kekurangan para calon wakil rakyat atau pemimpin yang akan dipilihnya. KPU atau KPUD bersama seluruh LSM yang ada harus dapat mendidik rakyat bagaimana memahami hidup berbangsa dan bernegara dalam system demokrasi. Sehingga rakyat tidak mudah termakan oleh propakanda partai-partai politik yang menjual janji-janji, sementara partai tersebut telah terbukti tidak dapat berbuat banyak untuk mensejahterakan rakyat, apalagi menciptakan rasa aman. Rakyat dituntut harus lebih banyak mendengar dan melihat fakta apa saja yang telah terjadi di negara ini yang membuat bangsa Indonesia ini terpuruk di segala bidang, sehingga rakyat menjadi sadar bagaimana harus bersikap dalam menggunakan haknya. Rakyat harus menjadi subyek demokrasi yang dijalankan, bukan menjadi obyek demokrasi, seperti yang selama ini terjadi. Semoga.

Penulis :Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM

Senior Partners di LHS & PARTNERSPenulis dan Pemerhati Masalah Hukumdi Negara Indonesia

KOMPAS.com - Sejak merdeka hingga sekarang, Indonesia tercatat telah menerapkan empat sistem demokrasi.

4 sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah:

Baca juga: Penyebab Penyimpangan terhadap Demokrasi Pancasila pada Masa Orde Baru